GfrpGSziTpz0GUWoGUYpGUW5Gi==

HUBUNGAN FILSAFAT DAN AL-QUR’AN


FILSAFAT DAN AL-QUR’AN Oleh :Dr.        Roni Faslah, MA


Filsafat dan Al-Qur’an menjadi tema kajian kali ini, untuk melihat bagaimana keduanya saling berinteraksi dan berhubungan, serta bagaimana kedudukan dan peran masing-masing dalam mendorong kemajuan ilmu pengetahuan. Yang perlu ditegaskan adalah, bukan berarti akal memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan wahyu (AlQur’an), seolah-olah akal tidak membutuhkan bimbingan wahyu. Pandangan seperti ini adalah keliru. Justru sebaliknya, akal sangat memerlukan bimbingan Al-Qur’an.

Dalam hal sangat Penting bagi kita untuk mempelajari filsafat agar akal kita terlatih secara rasional. Di tengah kompleksitas persoalan hidup yang semakin rumit, kita memerlukan cara berpikir yang mendalam dan komprehensif.

Permasalahan hidup tidak lagi sederhana, melainkan membutuhkan pendekatan yang integratif dari berbagai sisi kebenaran dan inilah ruang kerja filsafat.

Apa itu filsafat? Banyak orang belum memahami ilmu yang satu ini.

Umumnya, filsafat hanya dikaji secara serius di lingkungan perguruan tinggi. Padahal, filsafat telah ada sejak berabad-abad sebelum Masehi, berasal dari peradaban Yunani. Oleh karena itu, filsafat disebut sebagai "ibu ilmu", karena dari filsafat lahirlah pemikiran rasional yang kemudian melahirkan ilmu-ilmu empiris. Filsafat adalah ilmu tentang berpikir, tetapi bukan berpikir sembarangan—melainkan berpikir yang sistematis, logis, dan terstruktur. Ilmu ini melahirkan pemahaman yang mendalam terhadap hakikat segala sesuatu.

Filsafat tidak hanya mengkaji alam, tetapi juga manusia dan Tuhan. Kajian filsafat telah berlangsung selama berabad-abad, menandai perjalanan panjang manusia dalam mencari kebenaran. Pemikiran dan warisan para filsuf masa lalu masih berguna hingga kini, menjadi bekal bagi pencari kebenaran dan bagi ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan modern.

Kontribusi besar para filsuf telah membawa perubahan besar dalam peradaban dunia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi hari ini tidak lepas dari jasa para filsuf dan ilmuwan yang menggunakan akal pikirannya secara maksimal. Akal adalah potensi luar biasa yang diberikan Allah kepada manusia, dan karenanya harus dijaga serta digunakan untuk tujuan-tujuan yang positif, demi membangun peradaban manusia di bumi ini. Perbedaan mendasar manusia dengan makhluk lain terletak pada akalnya. Bahkan kemuliaan manusia dibanding malaikat dan iblis pun karena akalnya. Dengan akal dan jiwa yang diberikan Allah, manusia dapat mencerminkan sebagian sifat Sang Pencipta: penyayang, pengasih, maupun murka.

Namun, kesempurnaan sifat hanya milik Allah SWT. Betapapun hebatnya akal manusia, ia tetap terbatas dan tidak dapat mencapai kesempurnaan mutlak. Dalam hal-hal yang bersifat gaib, manusia tidak dapat menggapai pengetahuan sempurna. Maka dari itu, manusia memerlukan wahyu—AlQur’an—sebagai penyempurna. Konsep tentang Tuhan, misalnya, tidak dapat dicapai secara sempurna hanya melalui akal, melainkan harus dijelaskan melalui wahyu dan kenabian.

Dalam Islam, Al-Qur’an menempati posisi sebagai dasar dan sumber berpikir, serta penentu arah kebenaran bagi manusia. Tanpa bimbingan Al-Qur’an, akal manusia dapat tersesat. Al-Qur’an adalah pedoman bagi umat beriman yang mendambakan kemuliaan abadi di akhirat, dibanding kesementaraan hidup dunia.

Al-Qur’an mendorong manusia untuk berpikir. Di antaranya melalui ayat

"Afala tatafakkarun?" (Tidakkah kamu berpikir?) – QS. Al-A’raf: 184

"Afala ta'qilun?" (Tidakkah kamu berakal?) – QS. Yasin: 68. Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang mendorong manusia untuk mencari hikmah dan kebenaran dari setiap peristiwa yang terjadi di alam semesta. Misalnya, penciptaan langit dan bumi (QS. Al-Baqarah: 164), dan asal-usul manusia

(QS. Al-Mu’minun: 12–14). Inilah yang menjadi inspirasi bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan hingga hari ini.

Oleh karena itu, hubungan antara akal dan wahyu sangatlah erat dan penting. Jika akal tidak dibimbing oleh wahyu, maka akan rentan terhadap kesesatan dalam memahami konsep ketuhanan. Sejarah mencatat bahwa. para filsuf Barat telah berusaha mencari Tuhan dengan akal semata, namun Islam hadir menyempurnakan konsep tersebut melalui wahyu.

Oleh Karena itu, akal harus dibimbing oleh agama—yakni Al-Qur’an dan hadis.

Sejarah juga membuktikan bahwa ketika filsafat, ilmu, dan agama dipadukan, maka lahirlah kemajuan besar dalam peradaban Islam. Umat Islam kala itu mampu melampaui peradaban-peradaban besar seperti Yunani, Romawi, dan Persia. Ini merupakan pencapaian luar biasa yang harus kita hidupkan kembali di era modern. Walaupun saat ini umat Islam tertinggal dibanding peradaban Barat, perjuangan belum selesai. Kita harus terus bergerak maju dan membangun kekuatan ilmu serta iman, sebagaimana kejayaan Islam di masa lalu.

Type above and press Enter to search.