GfrpGSziTpz0GUWoGUYpGUW5Gi==

LITERASI KEULAMAAN DAN TELADAN MORAL Oleh: Duski Samad

 











OKESINERGI.COM-Bedah Buku Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi, karya Khairul Jasmi, Selasa, 20 Mei 2025.

Perpustakaan daerah mengambil momentum 20 Mei 2025 hari kebangkitan nasional untuk menegaskan peran ulama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, yang memang substansi kebangkitan dan persatuan bangsa, yang pasti diawali dari bangsa yang cerdas. 

Seluk beluk penamaan Masjid Raya Sumatera Barat dengan kebanggaan pada jejak sejarah, khususnya sejarah keulamaan Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi.

Di tengah era perubahan membaca kiprah ulama akan menjadi lampu penerang menuju bangsa cerdas, untuk Indonesia emas 2045. 

Literasi keulamaan dalam konteks pendidikan dan tantangan era digital ensensinya adalah menjaga otoritas ilmu keislaman (sanad keilmuan).

Literasi keulamaan penting untuk memastikan bahwa pemahaman agama bersumber dari ulama yang kredibel, bukan dari tafsir bebas yang menyesatkan. Di era banjir informasi, otoritas keilmuan harus ditegaskan melalui literasi yang benar.

Literasi keulamaan dimaksudkan untuk mencegah disinformasi dan radikalisme. 

Maraknya hoaks, ujaran kebencian, dan paham ekstrem yang mengatasnamakan agama membutuhkan respons berupa edukasi keulamaan yang autentik dan moderat.

Menghidupkan warisan ilmu dan tradisi ulama nusantara. Literasi keulamaan menjadi alat penting untuk mendokumentasikan, mengajarkan, dan mendistribusikan pemikiran ulama seperti kepada generasi digital.

Fondasi pendidikan Islam yang mencerahkan.

Literasi keulamaan mendorong integrasi ilmu agama dan sosial dalam sistem pendidikan. Ulama bukan hanya pewaris ilmu, tapi juga pendidik karakter, penjaga adab, dan penggerak peradaban.

Media dakwah dan edukasi yang relevan.

Platform digital (YouTube, podcast, media sosial) menjadi medan baru untuk mengembang kan literasi keulamaan. Konten-konten yang bermutu dari ulama dapat melawan konten dangkal dan destruktif.

Strategi Penguatan Literasi Keulamaan:

Digitalisasi manuskrip dan karya ulama klasik.

Pelatihan literasi digital bagi ulama dan santri

Kolaborasi antara pesantren, perguruan tinggi, dan lembaga dakwah. Pengembangan konten keulamaan di media digital.

Gerakan literasi masyarakat berbasis masjid dan madrasah

TELADAN MORAL

Di tengah krisis moral, kegaduhan sosial, dan derasnya arus digital yang membentuk persepsi publik, kehadiran role model atau teladan menjadi kebutuhan mendesak dalam pendidikan, dakwah, dan pembentukan karakter bangsa.

Role model adalah sosok yang menginspirasi, membimbing, dan merefleksikan nilai-nilai luhur dalam tindakan nyata. Ia bukan sekadar pengajar, tapi pembawa cahaya, penunjuk arah, dan pelaku kebaikan yang konsisten.

Dalam Islam, keteladanan (uswah hasanah) adalah metode dakwah utama Rasulullah saw. Pendidikan pun sejatinya adalah proses menanamkan nilai lewat pengaruh, bukan sekadar perintah.

Role Model Itu Penting?

Membentuk karakter lewat teladan nyata.

Anak dan remaja belajar lebih efektif dari contoh yang hidup, bukan dari teori semata.

Menumbuhkan harapan dan motivasi. Sosok teladan memberi bukti bahwa keberhasilan, integritas, dan perjuangan itu mungkin diraih.

Menjadi penyeimbang di era disinformasi. Di tengah banyaknya figur publik yang viral tapi nihil nilai, role model adalah filter moral. Pendorong perubahan sosial positif.

Pemimpin yang menjadi teladan mampu menggerakkan umat dengan kepercayaan dan pengaruh etis.

Menjaga warisan nilai dan tradisi luhur. Ulama, guru, dan orang tua yang hidup dalam nilai, menjadi jembatan generasi agar tidak terputus dari akar budaya dan spiritualnya.

TITIK TEMU TOKOH 

Titik Temu Para Murid Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi – Warisan Ilmu dan Spirit Pembaruan.

Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (1860–1916), ulama besar asal Minangkabau yang menjadi Imam dan Khatib Mazhab Syafi’i di Masjidil Haram, Makkah, bukan hanya simbol keilmuan, tapi juga sumber inspirasi kebangkitan pemikiran Islam Nusantara. Murid-murid beliau tumbuh menjadi tokoh besar yang memiliki pengaruh luas dalam membentuk wajah Islam dan pendidikan Indonesia.

Beragam jalur, satu akar keilmuan. Para murid Syekh Ahmad Khatib mengambil jalur perjuangan berbeda, namun bertitik temu pada tiga nilai utama:

1.Ilmu sebagai fondasi gerakan.

2.Reformasi sosial dan pendidikan.

3.Semangat keumatan dan kebangsaan.

Beberapa tokoh utama:

KH. Ahmad Dahlan (Muhammadiyah): Menggerakkan pembaruan pendidikan Islam dan sosial berbasis ilmu dan amal.

KH. Hasyim Asy’ari (NU): Membangun pesantren yang kuat dalam akidah, fiqh, dan kebangsaan.

Syekh Muhammad Jamil Jaho dan Syekh Abbas Qadhi Ladang Laweh (PERTI dan MTI): Melestarikan tradisi keulamaan Minang dengan pendekatan modern.

Syekh Sulaiman ar-Rasuli (Inyiak Canduang): Menguatkan akar pendidikan surau berbasis akidah Ahlussunnah wal Jamaah.

Titik Temu Gagasan dan Spirit Perubahan

Reformasi Pendidikan Islam: Mereka sepakat bahwa pendidikan adalah alat pembebasan umat.

Islam Progresif dan Kontekstual: Mengajarkan bahwa Islam harus merespons zaman tanpa meninggalkan usul.

Komitmen terhadap Keindonesiaan: Para murid turut menanamkan nilai kebangsaan dalam bingkai keislaman.

Pelajaran bagi Generasi Kini

Perbedaan manhaj tidak harus memecah umat, tetapi menjadi kekayaan intelektual.

Pendidikan berbasis keulamaan dan akhlak adalah kunci kemajuan.

Kita membutuhkan murid-murid baru dari warisan Syekh Ahmad Khatib – yang mampu membimbing umat di era digital.

Kesimpulan.

Literasi keulamaan dan keteladanan moral merupakan dua pilar penting dalam membangun peradaban bangsa yang cerdas dan bermartabat. Dalam konteks kebangkitan nasional dan tantangan era digital, peran ulama seperti Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi menjadi teladan bagaimana ilmu, adab, dan komitmen kebangsaan dapat bersinergi mendorong kemajuan umat.

Literasi keulamaan bukan hanya menjaga otoritas ilmu agama melalui sanad keilmuan, tetapi juga menjadi alat untuk melawan disinformasi, ekstremisme, dan krisis moral. Digitalisasi karya ulama, pelatihan literasi digital, dan kolaborasi lembaga dakwah menjadi strategi utama memperkuat literasi ini.

Di sisi lain, role model atau keteladanan menjadi kebutuhan mendesak dalam pendidikan dan dakwah. Sosok teladan seperti Rasulullah saw., dan para ulama pembaru — KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari, Syekh Sulaiman ar-Rasuli, serta murid-murid Syekh Ahmad Khatib lainnya — menunjuk kan bahwa ilmu, adab, dan aksi sosial-keumatan dapat menyatu dalam satu napas perjuangan.

Titik temu para murid Syekh Ahmad Khatib terletak pada visi keilmuan, reformasi pendidikan, dan semangat kebangsaan. Ini menjadi pelajaran bagi generasi kini: bahwa perbedaan manhaj bukanlah pemecah umat, tetapi ladang khidmat dan kekayaan pemikiran Islam Nusantara.

Maka, untuk menuju Indonesia Emas 2045, diperlukan regenerasi ulama yang tidak hanya berilmu, tapi juga mampu menjadi suluh di tengah kegelapan zaman — pewaris warisan keulamaan dan pembawa cahaya perubahan.DS. 20052025.

Type above and press Enter to search.