OKESINERGI.COM-Catatan sejarah haru para jamaah dari tanah para nabi Di tanah suci tempat jejak para nabi terpahat abadi, tempat langit bersujud pada ayat-ayat Tuhan sebuah kisah tak terduga terukir dari rombongan Haji Kloter Agam, Sumatera Barat 2024. Bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan ziarah ruhani yang mengajarkan arti sabar, ikhlas, dan keajaiban pertolongan Allah.
Usai menyelesaikan rangkaian ibadah di Mina, para jamaah bersiap melangkah menuju Tawaf Ifadah. Namun, cuaca yang menyengat dan kondisi fisik yang tak merata memaksa keputusan penting diambil: rombongan dibagi dua. Yang kuat dan sehat berangkat malam itu, sementara yang sepuh dan lemah ditunda hingga esok pagi. Rapat darurat di lobi Hotel Dana Tower menjadi saksi bisu keputusan berat namun penuh kasih.
Kita harus fleksibel. Prioritaskan yang lansia dan sakit besok,” ujar H. Bram, Ketua Kloter, dengan suara lembut namun tegas, berusaha menenangkan gejolak hati para jamaah.
Meski awalnya direncanakan menggunakan 8 mobil Salawat, takdir berkata lain—hanya 7 yang tersedia. Dan malam itu, rombongan pertama yang berangkat, tiba di Masjidil Haram dengan lancar. Tawaf Ifadah berjalan khidmat, mengguratkan rasa syukur yang dalam.
Namun esok harinya, barulah ujian sejati menampakkan wujudnya.
Rombongan lansia dan jamaah yang sakit bersiap dengan semangat yang tak kalah besar. Kursi roda dan mobil golf car telah disiapkan, namun ternyata hanya satu mobil yang tersedia untuk puluhan jiwa yang membutuhkan pendampingan. Kekhawatiran menyelimuti.
Ini tidak cukup, Bagaimana jika ada yang tertinggal, bisik H. Bram, gusar.
Namun di saat genting, jiwa-jiwa yang tulus pun bangkit. Beberapa jamaah memilih mengalah, bersepakat menyewa mobil tambahan. Perjalanan ke Masjidil Haram pun ditempuh dengan penuh perjuangan peluh dan sabar menjadi teman setia.
Saat Tawaf Ifadah berlangsung, mata-mata yang menyaksikan lansia berkeliling Ka’bah dengan kursi roda tak kuasa menahan haru. Ada kekuatan luar biasa yang melampaui usia. Beberapa bahkan memilih langsung menyempurnakan ibadah dengan Tawaf Wada’.
Lihat, mereka tetap ingin menyempurnakan ibadah!” seru seorang pendamping, menahan air mata yang jatuh dalam diam. Di tengah suasana penuh harap itu, ujian kembali mengetuk. Hj. Wati menelpon dengan panik, sang ayah terpisah dari rombongan. H. Jon Gindo yang menjaganya pun hilang dari pengawasan. Grup WhatsApp mendadak gempar—gelombang kecemasan membanjiri layar-layar kecil.
Ini darurat, Cari mereka segera!” teriak H. Bram dan Dr. Roni Faslah, suara mereka bergetar oleh cinta dan tanggung jawab.
Di tengah kekacauan, pertolongan Allah hadir dengan cara yang indah. H. Arkadius dengan langkah yang tak disengaja menemukan sang lansia di Terminal Sib Amir.
Alhamdulillah, Mereka baik-baik saja,” kabar itu menggema di grup, disambut tangis haru dan sujud syukur. Sore itu, saat langit Mekkah mulai berwarna jingga, seluruh jamaah kembali ke Hotel Dana Tower. Lelah, tapi selamat. Letih, tapi penuh makna. Di antara peluh dan doa, mereka memahami satu hal bahwa dalam setiap ujian, selalu tersimpan pertolongan-Nya.
Bukan haji tanpa ujian,” ujar H. Bram, menatap langit yang mulai redup, “tapi di balik setiap kesulitan, selalu ada kemudahan dan benar, hanya Allah-lah sebaik-baik Penolong. Alhamdulillah, segala puji bagi-Nya yang mempertemukan yang tersesat, menguatkan yang lemah, dan menyempurnakan setiap langkah hamba yang ikhlas.